Konsep Akuntansi Pajak Tangguhan (Deffered Tax) dengan Pendekatan Neraca dan Laba Rugi
Konsep Dasar Pajak Tangguhan - Pendekatan Neraca:
1. Pajak Terutang (Fiskal) < Pajak Terutang (Komersial) =
Aset Pajak Tangguhan, di mana:
- Kondisi 1: NAF > NAK, Asumsi 1:
Total Aset = Rp. 10.000, Pajak Terutang Fiskal =
Rp. 500, Pajak Terutang Komersial =
Rp. 1.000. NAF = Rp. 9.500, NAK = Rp. 9.000.
- Kondisi 2: NBK > NBF, Asumsi 2:
Lihat Contoh A1.1, di mana
NBK (Nilai Buku Komersial) > NBF
(Nilai Buku Fiskal).
2. Pajak Terutang (Fiskal) > Pajak Terutang (Komersial) =
Liabilitas Pajak Tangguhan, di mana:
- Kondisi 1: NAF < NAK. Asumsi 1:
Total Aset = Rp. 10.000, Pajak Terutang Fiskal =
Rp. 1.000, Pajak Terutang Komersial =
Rp. 500. NAF = Rp. 9.000, NAK = Rp. 10.000.
- Kondisi 2: NBK < NBF, Asumsi 2:
Beban Penyusutan Fiskal < Beban Penyusutan
Komersial, maka NBK < NBF.
3. Akumulasi Rugi Fiskal = Aset Pajak Tangguhan,
di mana: Kondisi: NAF > NAK. Asumsi:
Total Aset = Rp. 10.000, Akumulasi Rugi Fiskal =
Rp. 1.000, Laba Bersih = Rp. 5.000,
Pajak Terutang Fiskal = Rp. 1.000 (Rp. 4.000 x 25%),
Pajak Terutang Komersial = Rp. 1.250.
NAF = Rp. 9.000, NAK = Rp. 8.750.
*) Soal Berdasarkan Pendekatan Neraca:
- Soal A1.1 merupakan Aset Pajak Tangguhan.
- Soal A1.2, Beban Bonus bukan merupakan pajak
tangguhan (beda waktu) dan bukan juga merupakan
rekonsiliasi fiskal positif (beda tetap), karena tidak
mencatat perbedaan waktu yang bersifat temporer
antara pajak dan pembukuan komersial.
Pembayaran pada beda periode dicatat sebagai
utang pada periode sebelumnya.
Jurnal:
Dr - Beban
Bonus xxx
Cr - Liabilitas
Jangka Pendek -
Beban Akrual
Yang Masih Harus
Dibayar xxx
- Soal A1.3, tidak ada pajak tangguhan.
*) Soal Berdasarkan Pendekatan Laba Rugi:
- Soal A1.1 merupakan Beban Pajak Tangguhan.
- Soal A1.2, Beban Bonus bukan merupakan pajak
tangguhan.
- Soal A1.3, tidak ada pajak tangguhan.
Catatan:
Beda tetap atau permanen dalam laporan keuangan fiskal yang menyebabkan rekonsiliasi fiskal positif atau negatif, bukan merupakan pajak tangguhan. Contoh Beda Tetap atau Permanen: Pendapatan sewa bangunan (fiskal negatif), beban pajak (fiskal positif)
……
Perbedaan waktu temporer lainnya yang menyebabkan timbulnya akuntansi pajak tangguhan (berdasarkan pendekatan neraca) adalah:
Jika perusahaan menerapkan metode penghapusan tidak langsung yaitu melalui pembentukan cadangan piutang tak tertagih, dan cadangan kerugian nilai aset keuangan dan non keuangan, serta penurunan dan kerugian nilai aset keuangan yang belum direalisasi penjualannya (kecuali telah merubah nilai aset itu sendiri), merupakan beban pajak tangguhan. Karena dari segi perpajakan, penggunaan metode tidak langsung tidak diperkenankan dalam peraturan, sedangkan metode penghapusan langsung diizinkan sehingga dengan sendirinya akan timbul beda waktu antara pencatatan akuntansi dan perpajakan yang merupakan unsur pajak tangguhan dalam PSAK 46.
Di samping itu, peningkatan aset keuangan yang belum direalisasi penjualannya (kecuali telah merubah nilai aset itu sendiri) serta pemulihan cadangan kerugian merupakan pendapatan pajak tangguhan. Termasuk pendapatan dan beban lainnya yang ditangguhkan pengakuannya dalam suatu periode akuntansi.
Untuk akumulasi rugi fiskal, dalam hal terdapat laba fiskal di tahun berikutnya, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dan dibentuk ‘Pendapatan Pajak Tangguhan’.
- Untuk 'Beban Pajak Tangguhan' maka:
Beban Fiskal < Beban Komersial
Laba Fiskal > Laba Komersial
Pajak Terutang > Beban Pajak Kini
Atau:
Pendapatan Fiskal > Pendapatan Komersial
Laba Fiskal > Laba Komersial
Pajak Terutang > Beban Pajak Kini
Pendekatan neraca menghasilkan Liabilitas Pajak Tangguhan, sedangkan pendekatan laba rugi menghasilkan Manfaat (Pendapatan) Pajak Tangguhan.
- Untuk 'Pendapatan Pajak Tangguhan' maka:
Pendapatan Fiskal < Pendapatan Komersial
Laba Fiskal < Laba Komersial
Pajak Terutang < Beban Pajak Kini
Atau:
Beban Fiskal > Beban Komersial
Laba Fiskal < Laba Komersial
Pajak Terutang < Beban Pajak Kini
Pendekatan neraca menghasilkan Aset Pajak Tangguhan, sedangkan pendekatan laba rugi menghasilkan Beban Pajak Tangguhan.
- Format jurnal untuk pendekatan neraca dan laba rugi:
Dr - Beban Pajak
Kini xxx
Dr - Beban Pajak
Tangguhan xxx
Dr - Aset Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Liabilitas Pajak
Kini xxx
Cr - Liabilitas Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Pendapatan Pajak
Tangguhan xxx
Jurnal saat pembayaran pajak terutang (Pendekatan Neraca):
Dr - Liabilitas Pajak
Kini xxx
Dr - Liabilitas Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Bank xxx
Cr - Aset Pajak
Tangguhan xxx
Jurnal saat pembayaran pajak terutang (Pendekatan Laba Rugi):
Dr - Liabilitas Pajak
Kini xxx
Dr - Manfaat (Pendapatan) Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Bank xxx
Cr - Beban Pajak
Tangguhan xxx
Jurnal penyesuaian untuk memulihkan saldo Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan khusus pendekatan Laba Rugi (PSAK 8):
Pemulihan Aset Pajak Tangguhan:
Dr - Beban Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Aset Pajak
Tangguhan xxx
Pemulihan Liabilitas Pajak Tangguhan:
Dr - Liabilitas Pajak
Tangguhan xxx
Cr - Pendapatan Pajak
Tangguhan xxx
Catatan:
# Entitas membuat perhitungan atas Rekonsiliasi
Fiskal Positif dan Negatif (Koreksi Beda Tetap).
Juga transaksi yang menjadi beban pajak tangguhan
dan pendapatan pajak tangguhan (Koreksi Beda
Waktu).
# Beban Pajak Kini dihitung berdasarkan Laporan
Keuangan Perusahaan (Komersial) setelah dilakukan
Rekonsiliasi Fiskal Positif dan Negatif, dan dikurang
dengan ‘Kredit Pajak’ yang telah dibayar.
# Beban Pajak Kini dikurang Kredit Pajak, ditambah
dengan Beban Pajak Tangguhan dan dikurang dengan
Pendapatan Pajak Tangguhan, hasilnya adalah sama
dengan PPh Pasal 17 terutang.
# PPh Pasal 17 terutang dihitung berdasarkan Laporan
Keuangan Perusahaan setelah dilakukan Rekonsiliasi
Fiskal Positif dan Negatif (Koreksi Beda Tetap), serta
koreksi biaya dan pendapatan (Koreksi Beda Waktu
atau Sementara) menurut ketentuan perpajakan yang
berlaku, seperti beban penyusutan dan amortisasi,
peningkatan dan penurunan nilai aset keuangan, dll.
Dan dikurang dengan ‘Kredit Pajak’ yang telah dibayar.
# Pembayaran pajak terutang biasanya dilakukan pada
awal tahun.
# Dalam perhitungan pajak tangguhan, disarankan
untuk menggunakan ‘Pendekatan Neraca’, karena
pendekatan tersebut mengakui kekurangan pajak
yang terutang sebagai Liabilitas, sebaliknya kelebihan
pajak yang terutang diakui sebagai Aset. Sedangkan
pada pendekatan laba rugi, kekurangan pajak yang
terutang dicatat sebagai pendapatan, sebaliknya
kelebihan pajak yang terutang dijadikan beban
dan untuk memulihkan saldo ‘Aset Pajak Tangguhan’
setelah pembayaran pajak di awal tahun, agar ‘Beban
Pajak Komersial’ = ‘Beban Pajak Fiskal’ maka lawan
posnya adalah ‘Beban Pajak Tangguhan’. Beban pajak
tersebut merupakan pengganti ‘Pendapatan Pajak
Tangguhan’ yang telah didebet karena pembayaran
pajak pada periode sebelumnya. Artinya tanggal jurnal
pemulihan ‘Aset Pajak Tangguhan’ dibuat per 31
Desember tahun sebelumnya (Penerapan PSAK 8,
Peristiwa setelah Periode Pelaporan), setelah
pembayaran pajak di awal tahun. Lawan pos untuk
pemulihan ‘Liabilitas Pajak Tangguhan’ adalah
‘Pendapatan Pajak Tangguhan’.
……
Beban Pajak Kini = Taksiran Pajak Penghasilan
tahun berjalan (hutang pajak komersial)
# Jika ‘Utang Pajak Penghasilan tahun berjalan >
Taksiran Pajak Penghasilan tahun berjalan
(komersial)’, maka berdasarkan pendekatan
“Neraca”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan
tahun berjalan (menurut komersial) +
Beban Pajak Tangguhan
# Jika ‘Utang Pajak Penghasilan tahun berjalan <
Taksiran Pajak Penghasilan tahun berjalan
(komersial)’, maka berdasarkan pendekatan
“Neraca”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan tahun
berjalan (menurut komersial) - Manfaat
(Pendapatan) Pajak Tangguhan
# Bila terdapat transaksi yang mencatat pengakuan
“Beban dan Pendapatan Pajak Tangguhan, maka
berdasarkan pendekatan “Neraca”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan tahun
berjalan (menurut komersial) + Beban Pajak
Tangguhan - Manfaat (Pendapatan) Pajak Tangguhan
-----------------------------
# Sebaliknya jika ‘Utang Pajak Penghasilan tahun
berjalan > Taksiran Pajak Penghasilan tahun berjalan
(komersial)’, maka berdasarkan pendekatan
“Laba Rugi”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan tahun
berjalan (menurut komersial) + Manfaat (Pendapatan)
Pajak Tangguhan
# Jika ‘Utang Pajak Penghasilan tahun berjalan <
Taksiran Pajak Penghasilan tahun berjalan
(komersial)’, maka berdasarkan pendekatan
“Laba Rugi”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan tahun
berjalan (menurut komersial) - Beban Pajak Tangguhan
# Bila terdapat transaksi yang mencatat pengakuan
“Beban dan Pendapatan Pajak Tangguhan, maka
berdasarkan pendekatan “Laba Rugi”:
Utang Pajak = Taksiran Pajak Penghasilan tahun
berjalan (menurut komersial) - Beban Pajak
Tangguhan + Manfaat (Pendapatan) Pajak
Tangguhan
……
Berdasarkan pendekatan neraca dan laba rugi, perhitungan pajak terutang dalam Laporan Laba Rugi sbb:
PT. Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015 Rp. 1.200.000.000 dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut:
*) Beda Permanen atau Tetap:
- Koreksi Fiskal Negatif = Rp. 150.000.000
- Koreksi Fiskal Positif = Rp. 115.000.000
*) Beda Temporer atau Waktu:
- Penyusutan komersial = Rp. 60.000.000
lebih rendah dari penyusutan fiskal.
Asumsi:
# Penyusutan Fiskal = Rp. 100.000.000
# Penyusutan Komersial = Rp. 40.000.000
- Amortisasi fiskal = Rp. 30.000.000
lebih rendah dari amortisasi komersial.
Asumsi:
# Amortisasi Fiskal = Rp. 50.000.000
# Amortisasi Komersial = Rp. 80.000.000
*) Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015
adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 22 = Rp. 20.000.000
2. PPh Pasal 23 Rp. 10.000.000
3. PPh Pasal 24 Rp. 15.000.000
4. PPh Pasal 25 Rp. 45.000.000
Penyelesaian:
Perhitungan Pajak Komersial:
- Laba Komersial = Rp. 1.200.000.000
- Fiskal Negatif = (Rp. 150.000.000)
- Fiskal Positif = Rp. 115.000.000
- Total Penghasilan Kena Pajak
(setelah koreksi beda tetap) =
Rp. 1.165.000.000
- PPh Pasal 17 terutang =
Rp. 1.165.000.000 x 25% =
Rp. 291.250.000
- Total Kredit Pajak = Rp. 90.000.000
- Pajak Terutang = Rp. 201.250.000
Perhitungan Pajak Fiskal:
- Total Penghasilan Kena Pajak
(setelah koreksi beda tetap) =
Rp. 1.165.000.000
- Beban Penyusutan =
(Rp. 60.000.000)
- Beban Amortisasi = Rp. 30.000.000
- Total Penghasilan Kena Pajak
(setelah koreksi beda waktu) =
Rp. 1.135.000.000
- PPh Pasal 17 terutang =
Rp. 1.135.000.000 x 25% =
Rp. 283.750.000
- Total Kredit Pajak = Rp. 90.000.000
- Pajak Terutang = Rp. 193.750.000
Jurnal:
Pajak Tangguhan:
- Beban Pajak Tangguhan
(amortisasi) = Rp. 30.000.000 x 25% =
Rp. 7.500.000
- Pendapatan Pajak Tangguhan
(penyusutan) = Rp. 60.000.000 x 25% =
Rp. 15.000.000
Dr - Beban Pajak
Kini 291.250.000
Dr - Beban Pajak
Tangguhan 7.500.000
Dr - Aset Pajak
Tangguhan 15.000.000
Cr - Liabilitas Pajak Kini/
Utang Pajak -
PPh Pasal 29
Badan Usaha 201.250.000
Cr - Pendapatan Pajak
Tangguhan 15.000.000
Cr - Liabilitas Pajak
Tangguhan 7.500.000
Cr - Aset-
Pajak Dibayar Di muka/
Beban Pajak -
Beban PPh
Pasal 22 20.000.000
Cr - Aset-
Pajak Dibayar Di muka/
Beban Pajak -
Beban PPh
Pasal 23 10.000.000
Cr - Aset-
Pajak Dibayar Di muka/
Beban Pajak -
Beban PPh
Pasal 24 15.000.000
Cr - Aset-
Pajak Dibayar Di muka/
Beban Pajak -
Beban PPh
Pasal 25 45.000.000
Pajak Terutang = Beban Pajak Kini - Kredit Pajak + Beban Pajak Tangguhan - Pendapatan Pajak Tangguhan = Rp. 291.250.000 - Rp. 90.000.000 + Rp. 7.500.000 - Rp. 15.000.000 = Rp. 193.750.000.
Jurnal Pembayaran Pajak Pada Awal Tahun:
Dr - Liabilitas Pajak Kini/
Utang Pajak -
PPh Pasal 29
Badan Usaha 201.250.000
Dr - Liabilitas Pajak
Tangguhan 7.500.000
Cr - Bank 193.750.000
Cr - Aset Pajak
Tangguhan 15.000.000
Catatan:
===
# Beban Jamuan dan Natura diisi pada Formulir 1771 - I No. 5 huruf c, Beban Bunga Pajak No. 5 huruf h, Beban Pajak Penghasilan No. 5 huruf f dan Selisih Amortisasi Komersial di atas Amortisasi Fiskal No. 5 huruf j pada Rekonsiliasi Fiskal Positif.
# Pendapatan Bunga Deposito, Sewa Bangunan, dan Jasa Giro No. 6 huruf d, Selisih Penyusutan Komersial di bawah Penyusutan Fiskal No. 6 huruf a pada Rekonsiliasi Fiskal Negatif.
#. Formulir SPT 1771:
#. Artikel Terkait:
💊 Penyusutan, Amortisasi, Deplesi, dan Akuntansi Pajak Tangguhan
#. Artikel Terbaru:
0 Komentar