Analisis Rasio Keuangan dan Studi Kasus pada PT. Unilever Tbk

Analisis Rasio Keuangan dan Studi Kasus pada PT. Unilever Tbk


Definisi, Kegunaan dan Formula Rasio Keuangan

Rasio Keuangan atau Financial Ratio adalah alat analisis keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja suatu entitas bisnis berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikannya. 


Penggunaan Rasio Keuangan berguna untuk menilai kinerja suatu perusahaan, apakah sudah tergolong baik atau belum. Rasio ini juga bisa memberikan gambaran kinerja saat ini yang diproyeksikan ke masa mendatang. 


DAFTAR ISI:

Manfaatnya adalah bagi penganalisa bisa membantu para manajer selaku pengambil keputusan mempertimbangkan hal - hal krusial sebelum menetapkan keputusan terkait operasional perusahaan, atau bagi para pemegang saham (investor) sebelum berinvestasi untuk memilih entitas yang menjadi tujuan investasinya.


Rasio keuangan terdiri dari:

1. Rasio Likuiditas, 

2. Rasio Solvabilitas, 

3. Rasio Profitabilitas (Rentabilitas), dan 

4. Rasio Aktivitas.


1. Rasio Likuiditas

Rasio Likuiditas adalah rasio atau perbandingan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban (Utang Jangka Pendek) yang dimilikinya dengan menggunakan aset lancar. Rasio Likuiditas terdiri dari Rasio lancar (Current Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio), dan Rasio Kas (Cash Ratio).


1.1. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio Lancar (Current Ratio) adalah rasio yang membandingkan antara aset lancar dengan utang lancar. Rasio ini akan memproyeksikan kemampuan perusahaan berdasarkan aset lancar yang dimilikinya dalam menutup utang lancar. 


Aset lancar yang digunakan adalah kas dan setara kas (rekening bank, deposito, dll), piutang, wesel tagih, persediaan, surat berharga (saham, obligasi, reksadana, dll). Sementara itu yang termasuk dalam utang lancar antara lain utang dagang dan wesel bayar, utang bank, utang gaji, dan sebagainya. 


Formula Rasio Lancar (Current Ratio) adalah sebagai berikut:

Rasio Lancar (Current Ratio) = 

(Aset Lancar : Utang Lancar) x 100%


Keterangan:

Jika Current Ratio mencapai 100% atau setara dengan nilai 1, artinya entitas tersebut memiliki kemampuan untuk menutup utang lancar dengan aset lancar yang nilainya sama. Semakin besar nilai Current Ratio atau lebih dari 1 (>1) akan semakin baik, yang mencerminkan kemampuan entitas yang juga semakin besar dalam menutup utang lancar.


1.2. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio Cepat (Quick Ratio) adalah perbandingan antara aset lancar dikurangi persediaan terhadap utang lancar yang dimiliki. Ratio ini lebih melihat pada komponen aset lancar yang lebih likuid seperti kas, surat berharga, dan piutang. 


Formula Rasio Cepat (Quick Ratio) adalah sebagai berikut:

Rasio Cepat (Quick Ratio) = 

[(Aset Lancar – Persediaan) / Utang Lancar] x 100%


Keterangan:

Jika nilai Quick Ratio mencapai 100% atau setara dengan nilai 1, sudah dikatakan sebagai entitas yang kuat karena memiliki aset lancar yang bisa menutup utang lancar. Semakin besar nilai Quick Ratio yang didapat, menunjukkan kekuatan entitas tersebut. Meski begitu, perusahaan yang sehat tak harus selalu dilihat dari nilai Quick Ratio-nya yang sama dengan 1. Terkadang, nilai di bawah 100% namun sudah mendekati 100% juga bisa mencerminkan kekuatan entitas dalam menutup utang lancar mereka dengan aset lancar yang dimiliki (karena tidak termasuk persediaan).


1.3. Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio Kas (Cash Ratio) adalah perbandingan antara kas dan setara kas terhadap utang lancar. Aset lancar ini diharapkan bisa segera dicairkan menjadi uang kas. Kas yang dimaksud di sini setara dengan uang yang ada di perusahaan yang disimpan di kantor maupun bank. Aset setara kas adalah simpanan di bank (giro), deposito, sertifikat deposito, dll. 


Formula Cash Ratio adalah sebagai berikut:

Cash Ratio = 

[(Kas + Setara Kas) : Utang Lancar] x 100%


Keterangan:

Nilai Cash Ratio yang baik adalah mencapai 100% atau lebih, karena nilai ini akan menggambarkan kekuatan perusahaan dalam menutup utang lancar mereka menggunakan kas dan setara kas. Meski begitu, nilai Cash Ratio di bawah 100% yang mendekati 100% juga bisa dianggap menggambarkan kekuatan perusahaan yang cukup baik dalam menutup utang lancar mereka.

-----------------


Back to Content ↑

2. Rasio Solvabilitas

Rasio Solvabilitas adalah rasio atau perbandingan yang menggambarkan kemampuan sebuah entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya menggunakan seluruh total aset yang dimiliki. Hal itu termasuk utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Entitas yang tergolong solvable adalah entitas yang memiliki aset yang relatif cukup membayar semua utang yang dimilikinya. Ketika entitas tersebut tidak mampu membayar seluruh utang dengan total asetnya, entitas tersebut dikatakan insolvable


Rasio solvabilitas terdiri atas dua, yaitu Rasio Total Utang terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets Ratio) dan Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio).


2.1. Rasio Total Utang terhadap Total Aset (Total Debt to Total Assets Ratio)

Total Debt to Total Assets Ratio atau yang lebih dikenal dengan nama Debt Ratio ini adalah perbandingan yang mengukur persentase besar dana yang asalnya dari utang, baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang terhadap total aset. 


Formula Debt Ratio sebagai berikut:

Debt Ratio = (Total Utang : Total Aset) x 100%


Keterangan:

Jika nilai Debt Ratio semakin kecil, maka nilai tersebut menggambarkan keamanan dana perusahaan. Rumus tersebut mengkomunikasikan bahwa kemampuan perusahaan bisa menutup utang dengan aktiva. Nilai Debt Ratio harus di bawah 1 (<1). 


2.2. Rasio Total Utang terhadap Total Ekuitas atau Modal (Debt to Equity Ratio)

Debt to Equity Ratio adalah perbandingan antara total utang terhadap modal. Ketika nilai rasio ini relatif tinggi (mencapai 100% atau lebih dari itu), artinya perusahaan memiliki modal yang relatif sedikit dibandingkan dengan total utangnya. Entitas yang sehat memiliki tingkat utang yang tidak melebihi modal sendiri agar beban entitas tidak terlampau tinggi. Pengecualian dari rasio ini adalah untuk entitas perbankan (total utang > total modal), di mana sumber pendanaan bank berasal dari simpanan masyarakat (dicatat sebagai akun liabilitas), sehingga rasio ini tidak dapat dijadikan indikator dalam menilai kinerja bank. 


Formula Debt to Equity Ratio ini sebagai berikut:

Debt to Equity Ratio = 

(Total Utang : Modal) x 100%

-----------------

Back to Content ↑

3. Rasio Profitabilitas (Rentabilitas)

Rasio Rentabilitas yang merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang mereka inginkan. Rasio Profitabilitas terdiri dari Profit Margin Ratio, Gross Profit Margin Ratio, Net Profit Margin Ratio, Return On Investment Ratio (ROI), Return On Assets Ratio (ROA), Return On Equity Ratio (ROE), Return On Capital Ratio (ROC), dan Earning Per Share Ratio.


3.1. Rasio Laba Bersih (Profit Margin Ratio)

Rasio Laba Bersih (Profit Margin Ratio) adalah rasio yang mengukur kemampuan entitas dalam menghasilkan keuntungan bersih pada tingkat penjualan yang sudah ditentukan. Rasio ini membuat penggunanya akan mengintepretasikan kemampuan entitas untuk menekan biaya pada periode tertentu. Rasio yang baik mendekati 100%.


Formula dari Profit Margin adalah sebagai berikut:

Profit Margin = (Laba Bersih : Penjualan) x 100%


Keterangan:

Jika nilai Rasio Laba Bersih lebih dari setengah atau mendekati nilai Rasio Laba Kotor (Gross Profit Margin), bisa dikatakan entitas memiliki kemampuan untuk menekan biaya operasional dan non operasionalnya.


3.2. Rasio Laba Kotor (Gross Profit Margin Ratio)

Gross Profit Margin adalah rasio perbandingan yang mengukur laba kotor terhadap penjualan bersih. Rasio ini mengukur sejauh mana laba kotor yang bisa diraup entitas pada setiap penjualannya. Nilai Gross Profit Margin yang semakin tinggi mendekati 100% atau lebih mencerminkan kondisi keuangan entitas tersebut yang semakin baik. Artinya entitas dapat mengandalkan ekuitas (saham) sebagai pendanaanya ketimbang utang. 


Formula Gross Profit Margin adalah sebagai berikut:

Gross Profit Margin = 

(Laba Kotor : Penjualan Bersih) x 100%


3.3. Rasio Laba Bersih Setelah Pajak (Net Profit Margin Ratio)

Rasio Laba Bersih Setelah Pajak (Net Profit Margin Ratio) merupakan alat pengukur laba bersih setelah pajak (Earning After Tax) terhadap penjualan bersih. Selain itu, rasio ini juga mengukur efisiensi produksi, administrasi, sampai manajemen pajak. Jika nilai rasio ini relatif tinggi (mendekati 100%, 100% atau lebih dari itu), maka entitas dikatakan memiliki kemampuan menghasilkan laba yang tinggi. 


Rumus Net Profit Margin adalah:

Net Profit Margin = 

(Laba Bersih Setelah Pajak : Penjualan Bersih) x 100%


3.4. Rasio Pengembalian Laba atas Investasi (Return On Investment)

Return on investment merupakan rasio profitabilitas yang dihitung dari laba bersih setelah dikurangi pajak (EAT atau Earning After Tax) terhadap total aset investasi. Jenis - jenis aset investasi dapat berupa surat berharga, derivatif, penyertaan pada entitas asosiasi atau ventura, dan properti investasi.


Return on investment berguna untuk mengukur kemampuan entitas secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan terhadap jumlah aset secara keseluruhan yang tersedia. Semakin tinggi rasio (lebih dari 100% atau lebih dari 1) ini berarti semakin baik kondisi suatu entitas. 


Formula Rasio Pengembalian Laba atas Investasi (Return on Investment) sebagai berikut:


Return On Investment = (EAT : Investasi) x 100%


3.5. Rasio Pengembalian Laba atas Aset (Return On Assets Ratio)

Return On Assets merupakan rasio rentabilitas yang menunjukkan kemampuan suatu entitas untuk menghasilkan laba dengan memanfaatkan semua aset yang dimilikinya. Laba yang dihasilkan menurut perhitungan rasio ini adalah laba bersih setelah pajak. Semakin tinggi nilai rasio (mendekati atau lebih dari 100%) yang didapatkan maka semakin baik kemampuan perusahaan tersebut untuk mendapatkan laba dengan memanfaatkan semua asetnya. 


Formula Rasio Pengembalian Laba atas Aset (Return on Aset) sebagai berikut:


Return On Assets = (EAT : Total Aset) x 100%


3.6. Rasio Pengembalian Laba atas Ekuitas (Return On Equity Ratio)

Return on Equity Ratio (ROE) merupakan rasio profitabilitas untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan laba dari investasi para pemegang saham. ROE dihitung dari laba bersih setelah pajak terhadap modal yang diinvestasikan oleh para pemilik modal (pemegang saham biasa dan pemegang saham preferen). 


Return on equity menunjukkan seberapa berhasil entitas mengelola modalnya (net worth), sehingga tingkat keuntungan diukur dari investasi pemilik modal atau pemegang saham perusahaan. ROE yaitu rentabilitas modal sendiri atau yang disebut rentabilitas usaha. Semakin tinggi nilai rasio akan semakin baik.


Formula Return On Equity sebagai berikut:

Return On Equity = 

(EAT : Total Modal Disetor Penuh) x 100%


3.7. Rasio Pengembalian Laba atas Modal Bersih (Return On Capital Ratio)

Return on Capital (ROC) merupakan rasio profitabilitas yang mengukur keuntungan entitas dari modal bersih yang dipakai dalam bentuk persentase (%). Modal yang dimaksud adalah total ekuitas suatu entitas atau total aset dikurangi total liabilitas. ROC mencerminkan efisiensi dari profitabilitas modal.


Formula Return On Capital adalah sebagai berikut:

Return On Capital = 

(EAT : Total Ekuitas) x 100% atau


Return On Capital = 

[(EAT : (Total Aset - Total Liabilitas)] x 100% 


3.8. Rasio Laba Per Lembar Saham (EPS)

Penjelasan tentang Earing Per Share dapat dilihat pada bahasan ‘EPS Dasar dan EPS Dilusian’.

-----------------

Back to Content ↑

4. Rasio Aktivitas

Rasio Aktivitas adalah rasio yang mengukur efektivitas sebuah entitas untuk memanfaatkan segala sumber daya yang mereka miliki. Rasio Aktivitas merupakan perbandingan antara penjualan bersih terhadap aset lancar (rata - rata persedian, rata - rata piutang), dan aset tetap. Rasio ini terdiri dari Rasio Perputaran Piutang, Rasio Perputaran Persediaan, Rasio Perputaran Aset Tetap, Rasio Perputaran Total Aset, dan Rasio Perputaran Modal Kerja.


4.1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover Ratio)

Rasio Perputaran Piutang adalah rasio untuk mengukur efektivitas pengelolaan piutang yang dimiliki suatu perusahaan. Cara mengukurnya adalah dengan membagi antara penjualan bersih dengan rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun. 


Formula Rasio Perputaran Piutang adalah sebagai berikut:

Average Net Receivables (Rata - Rata Piutang Bersih)  

(Piutang Awal Tahun + Piutang Akhir Tahun) : 2


Receivables Turnover Ratio 

(Rasio Perputaran Piutang) = 

(Total Penjualan Bersih : Rata - Rata Piutang) 


Days' Sales In Receivables 

(Rata - Rata Piutang Per Hari) = 

365 hari / Receivable Turnover Ratio


Average Collection Period 

(Rata - Rata Periode Pengumpulan Piutang) = 

Penjualan Bersih : Rasio Perputaran Piutang


Average Debtor Collection Period 

(Rata - Rata Periode Penagihan) = 

(Total Piutang : Total Penjualan Kredit) x 365 = 

Average collection period in days 

(Rata - Rata Jumlah Hari Penagihan)


Keterangan:
Semakin tinggi nilai rasio perputaran piutang semakin baik, artinya entitas memiliki perputaran atau penagihan piutang yang cepat. Sebaliknya, jika nilai rasio perputaran piutang rendah artinya entitas memiliki penagihan piutang yang lambat dari customer.


4.2. Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio)

Perputaran Persediaan adalah rasio yang mengukur tingkat efisiensi pengelolaan persediaan antara harga pokok penjualan dengan rata - rata persediaan. Jika nilai rasio ini tinggi (biasanya akan lebih dari 1), maka entitas tersebut diyakini memiliki efektivitas perputaran persediaan yang baik.


Formula Rasio Perputaran Persediaan adalah sebagai berikut:

Inventory Turnover Ratio (Rasio Perputaran Persediaan) = Harga Pokok Penjualan : Rata-rata Persediaan


4.3. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover Ratio)

Rasio Perputaran Aset Tetap adalah rasio yang mengukur kemampuan entitas dalam menghasilkan penjualan yang didasarkan pada aset tetap. Ketika nilai rasionya tinggi, entitas tersebut direfleksikan memiliki efektivitas aset tetap yang tinggi dalam menghasikan penjualan. Rasio ini menjadi sebuah perhitungan yang penting ketika digunakan pada entitas yang bergerak dalam industri dengan proporsi aset tetap tinggi. 


Rumus Perputaran Aset Tetap adalah:

Perputaran Aset Tetap = 

(Penjualan Bersih : Total Aset Tetap) x 100%


4.4. Rasio Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover Ratio)

Rasio Perputaran Total Aset adalah rasio untuk menghitung efektivitas penggunaan total aset sebuah entitas. Jika nilai rasio ini tinggi, maka entitas tersebut bisa dinilai sebagai perusahaan dengan sistem manajemen yang baik. Namun, ketika nilai rasio ini relatif rendah (kurang dari 1 atau mendekati nol) maka entitas tersebut bisa dinilai memiliki manajemen yang kurang baik, baik dalam strategi, pemasaran, sampai pengeluaran untuk investasi. 


Formula Rasio Perputaran Total Aset adalah sebagai berikut:


Rasio Perputaran Total Aset = 

(Penjualan Bersih : Total Aset) x 100%


4.5. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover Ratio)

Rasio Perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan modal kerja bersih. Dimana modal kerja bersih adalah aset lancar dikurangi utang lancar.


Perputaran modal kerja digunakan untuk mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aset lancar terhadap utang lancar serta menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh suatu entitas untuk tiap rupiah modal kerja.


Working capital turn over juga merupakan kemampuan modal kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari suatu entitas untuk menghasilkan penjualan.


Modal kerja selalu digunakan untuk operasi perusahaan atau berputar dalam sebuah entitas dalam untuk keperluan bisnisnya. Periode perputaran modal kerja (working capital turn over period) dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai dimana saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputaran atau makin tinggi perputarannya (turn over rate-nya). Berapa lama periode perputaran modal kerja adalah tergantung berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. Semakin tinggi rasio akan semakin baik.


Perputaran modal kerja dihitung dengan formula:

Rasio Perputaran Total Aset = 

(Penjualan Bersih : Modal Bersih) 

-----------------

Back to Content ↑

Studi Kasus - (nilai dalam jutaan rupiah):

👉 PT. Unilever TBK


1. Analisis Rasio Likuiditas:

1.1. Rasio Lancar (Current Ratio) Kuartal IV - 2019:


1.1.1. Aset Lancar terdiri dari:

Nama Akun: Nilai:
Kas dan Setara Kas = Rp.    628.649
Piutang Usaha = 
Rp. 4.896.714 +
Rp. 438.775 =
= Rp. 5.335.489
Piutang Lain Lain
(termasuk Uang Muka) =

Rp. 78.378 + Rp. 33.884 = 

Rp. 112.262

Asumsi: Uang Muka = 

Rp. 12.262

Total Piutang Lain - Lain 

(tidak termasuk 

uang muka) = Rp. 100.000


= Rp.    100.000

Persediaan 
= Rp. 2.429.234
Total Aset Lancar 
= Rp. 8.493.372


1.1.2. Utang Lancar (Jangka Pendek) terdiri dari:

Nama Akun:  Nilai:
Pinjaman Bank = Rp. 2.920.000

Utang Usaha

- Pihak Ketiga Rp. 4.322.771

- Pihak Berelasi Rp. 194.183


= Rp. 4.516.954

Utang Pajak

- Pajak penghasilan Badan 

  Rp. 256.609  

- Pajak lain-lain Rp. 342.553


= Rp.    599.162

Akrual
= Rp. 2.751.404

Utang Lain - Lain

- Pihak ketiga Rp. 1.293.017

- Pihak berelasi Rp. 784.606

= Rp. 2.077.623
 Kewajiban Imbalan Kerja

  Bagian Jangka Pendek


= Rp.      73.986

 Liabilitas Sewa – Bagian

  Jangka Pendek

= Rp.    126.179
 Liabilitas Pajak Tangguhan= Rp.    335.570
Total Utang Lancar = Rp. 13.400.878


Rasio Lancar (Current Ratio) = 

(Aset Lancar : Utang Lancar) x 100%

Rasio Lancar = 

(Rp. 8.493.372 : Rp. 13.400.878) x 100% = 63,37 %


Kesimpulan: Rasio Lancar dari PT. Unilever belum mencapai 100% atau kurang dari angka 1, artinya nilai Aset Lancar tidak bisa menutupi nilai dari Utang Lancarnya. Saran: Tingkatkan nilai penjualan untuk meningkatkan Rasio Lancar, atau kurangi nilai komponen dari Utang Lancar.


1.2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Kuartal IV - 2019:

Total Aset Lancar = Rp. 8.493.372
Total Persediaan = Rp. 2.429.234
Total Utang Lancar = Rp. 13.400.878


Rasio Cepat (Quick Ratio) = 

[(Aset Lancar – Persediaan) / Utang Lancar] x 100%

Rasio Cepat = 

[(Rp. 8.493.372 - Rp. 2.429.234)] / 

Rp. 13.400.878] x 100% = 45,25 %


Kesimpulan: Rasio Cepat dari PT. Unilever belum mencapai 100% atau kurang dari angka 1, artinya nilai Aset Lancar dikurang nilai Persediaan tidak bisa menutupi Utang Lancarnya. Saran: Tingkatkan nilai penjualan untuk meningkatkan Rasio Cepat atau kurangi nilai komponen dari Utang Lancar.


1.3. Rasio Kas (Cash Ratio)

Kas dan Setara Kas 
= Rp.      628.649 
Total Utang Lancar 
= Rp. 13.400.878


Rasio Kas (Cash Ratio) =

[(Kas + Setara Kas) : Utang Lancar] x 100%

Rasio Kas = 

[(Rp. 628.649 : Rp. 13.400.878)] x 100% = 4,69 %


Kesimpulan: Rasio Kas dari PT. Unilever jauh mencapai 100% atau kurang dari angka 1, artinya nilai Kas dan Setara Kas tidak bisa menutupi Utang Lancarnya. Saran: Tingkatkan nilai penjualan untuk meningkatkan Rasio Cepat atau kurangi nilai komponen dari Utang Lancar.

-----------------


2. Rasio Solvabilitas:

2.1. Rasio Total Utang terhadap Total Aset 

       (Total Debt to Total Assets Ratio)


Total Utang= Rp. 15.367.509
Total Aset= Rp. 20.649.371

Debt Ratio = 

(Total Utang : Total Aset) x 100%

Rasio Utang terhadap Aset = 

[(Rp. 15.367.509 : Rp. 20.649.371)] x 100% = 74,42%


Kesimpulan: Rasio Utang terhadap Aset dari PT. Unilever hampir mencapai 100% atau mendekati angka 1, artinya nilai Total Utang dan Total Aset hampir seimbang, namun entitas dapat menutup jumlah utangnya. Saran: Turunkan jumlah utang, agar Debt Ratio semakin kecil.


2.2. Rasio Total Utang terhadap Total Ekuitas atau 

       Modal (Debt to Equity Ratio)


 Total Utang = Rp. 15.367.509
 Total Ekuitas = Rp.   5.281.862

Debt to Equity Ratio = 

(Total Utang : Modal) x 100%

Rasio Utang terhadap Modal =

(Rp.15.367.509 : Rp. 5.281.862) x 100% = 290,95% 


Kesimpulan: Rasio Utang terhadap Modal dari PT. Unilever lebih dari 100% atau melebihi angka 1, artinya nilai Total Utang melebihi Total Ekuitas (Saham). Saran: Turunkan jumlah utang, agar Debt to Equity Ratio semakin kecil atau tingkatkan pendanaan yang berasal dari ekuitas (saham). Entitas yang sehat memiliki tingkat utang yang tidak melebihi modal sendiri agar beban entitas tidak terlampau tinggi. 

-----------------


3. Rasio Profitabilitas (Rentabilitas)

3.1. Rasio Laba Kotor (Gross Profit Margin Ratio)


Laba Kotor= Rp. 22.028.693
Penjualan Bersih
= Rp. 42.922.563

Gross Profit Margin = 

(Laba Kotor : Penjualan Bersih) x 100%

Gross Profit Margin = 

(Rp. 22.028.693 : Rp. 42.922.563) x 100% = 51,32%


Kesimpulan: Rasio Gross Profit Margin dari PT. Unilever kurang baik, karena entitas melakukan markup atas harga jualnya hanya sebesar 51,32% dari harga pokok produknya atau tidak mendekati dari 100%.


3.2. Rasio Laba Bersih (Profit Margin Ratio)


Laba Bersih (EBITDA) = Rp. 11.250.251
Asumsi: Bunga
 = Rp.          1.251
Penyusutan dan Amortisasi Rp.      250.000
Laba Bersih Sebelum Pajak (EBT)
 Rp. 10.999.000
Penjualan Bersih = Rp.  42.922.563

Profit Margin = 

(Laba Bersih : Penjualan) x 100%

Profit Margin = 

(Rp. 10.999.000 : Rp. 42.922.563) x 100% = 25,63%


Kesimpulan: Rasio Profit Margin dari PT. Unilever kurang baik, karena jauh mendekati nilai 100%, artinya total biaya operasional dan non operasional yang dikeluarkan oleh entitas cukup besar ditambah dengan perolehan margin kotor jauh di bawah 100%, yaitu sebesar 51,32%.


3.3. Rasio Laba Bersih Setelah Pajak (Net Profit Margin Ratio)


Laba Bersih Sebelum Pajak (EBT)
= Rp. 10.999.000
Pajak Penghasilan Pasal 29= Rp.      256.609
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
= Rp. 10.742.391
Penjualan Bersih
= Rp. 42.922.563

Net Profit Margin = 

(Laba Bersih Setelah Pajak : Penjualan Bersih) x 100%

Net Profit Margin = 

(Rp. 10.742.391 : Rp. 42.922.563) x 100% = 25,03%


Kesimpulan: Rasio Net Profit Margin dari PT. Unilever kurang baik, karena tidak mendekati 100%, artinya total biaya operasional dan non operasional yang dikeluarkan oleh entitas cukup besar ditambah dengan perolehan margin kotor jauh di bawah 100%, yaitu sebesar 51,32%.


3.4. Rasio Pengembalian Laba atas Investasi (Return On Investment Ratio)


Laba Bersih Setelah Pajak 
(EAT)
= Rp. 10.742.391
Asumsi Investasi: 
Derivatif (Opsi Saham)
= Rp.        45.819
Properti Investasi
= Rp.   1.790.810
Investasi pada Entitas Asosiasi 
(Penyertaan Modal) 
= Rp.   2.000.000
Total Investasi
= Rp.   3.836.629

Return On Investment = 

(EAT : Investasi) x 100%

Return On Investment =

(Rp. 10.742.391 : Rp. 3.836.629) x 100% = 394%


Kesimpulan: Return On Investment dari PT. Unilever sangat baik, yaitu di atas 100%. Artinya dana investasi yang dikeluarkan oleh entitas telah menghasilkan laba bersih setelah pajak sebesar 394% dari nilai investasi.


3.5. Rasio Pengembalian Laba atas Aset (Return On Assets Ratio)

Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
= Rp. 10.742.391
Total Aset
= Rp. 20.649.371

Return On Assets = 

(EAT : Total Aset) x 100%

Return On Assets = 

(Rp. 10.742.391 : Rp. 20.649.371) x 100% = 52,02%


Kesimpulan: Return On Assets dari PT. Unilever kurang baik, yaitu kurang dari 100%. Artinya aset entitas belum maksimal dalam menghasilkan EAT.


3.6. Rasio Pengembalian Laba atas Ekuitas (Return On Equity Ratio)


Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) 
= Rp. 10.742.391
Modal Disetor Penuh
= Rp.        76.300

Formula Return On Equity sebagai berikut:

Return On Equity = 

(EAT : Total Modal Disetor Penuh) x 100%

Return On Equity = 

(Rp. 10.742.391 : Rp. 76.300) x 100% = 14.079,15%


Kesimpulan: Return On Equity dari PT. Unilever terlihat sangat baik, yaitu jauh di atas 100%. Artinya modal dari pemegang saham dalam menghasilkan EAT sangat tinggi, namun jika dilihat dari indikator DER (Debt to Equity Ratio) sebesar 290,95%, EAT sebagian besar dihasilkan dari pendanaan yang bersumber dari utang dengan beban bunga yang cukup tinggi. Sehingga indikator ROE tidak dapat dijadikan patokan dalam menilai kinerja ekuitas (saham) dalam menghasilkan EAT.


3.7. Rasio Pengembalian Laba atas Modal Bersih (Return On Capital Ratio)


Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) 
= Rp. 10.742.391
Total Aset 
= Rp. 20.649.371
Total Liabilitas 
= Rp. 15.367.509
Total Ekuitas
(Total Aset - Total Liabilitas)
= Rp.   5.281.862

Return On Capital = 

(EAT : Total Ekuitas) x 100% atau

Return On Capital = 

[(EAT : (Total Aset - Total Liabilitas)] x 100% 

Return On Capital = 

(Rp. 10.742.391 : Rp. 5.281.862) x 100% atau

Return On Capital = 

[(Rp. 10.742.391 : (Rp. 20.649.371 - 

Rp. 15.367.509)] x 100% = 203%. 


Kesimpulan: Return On Capital dari PT. Unilever juga terlihat sangat baik, yaitu jauh di atas 100%, namun indikator DER sebesar 290,95% menandakan bahwa komponen utang lebih berperan dalam menghasilkan profitabilitas (EAT) daripada komponen ekuitas.

-----------------


4. Rasio Aktivitas

4.1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover Ratio)


Piutang Awal Tahun
(Asumsi: Per 1 Januari 2019)
= Rp.   5.450.000
Piutang Akhir Tahun
= Rp.   5.335.489
Penjualan Bersih = Rp. 42.922.563
Asumsi: 
Total Penjualan Kredit Tahun 2019 
= Rp. 22.047.900

Average Net Receivables 

(Rata - Rata Piutang Bersih)  = 

(Piutang Awal Tahun + Piutang Akhir Tahun) : 2

Average Net Receivables (Rata - Rata Piutang Bersih)  

(Rp. 5.450.000 + Rp. 5.335.489) : 2 = Rp. 5.392.745


Receivables Turnover Ratio 

(Rasio Perputaran Piutang) = 

(Total Penjualan Bersih : Rata - Rata Piutang) 

Receivables Turnover Ratio (Rasio Perputaran Piutang) = 

Rp. 42.922.563 : Rp. 5.392.745 = 8 kali


Days' Sales In Receivables 

(Rata - Rata Piutang Per Hari) = 

365 hari / Receivable Turnover Ratio 

Days' Sales In Receivables (Rata - Rata Piutang Per Hari) = 

365 hari / 8 kali = 46 Hari, artinya rata - rata umur piutang selama 45 hari.


Average Collection Period 

(Rata - Rata Periode Pengumpulan Piutang) = 

Penjualan Bersih : Rasio Perputaran Piutang

Average Collection Period 

(Rata - Rata Periode Pengumpulan Piutang) = 

Rp. 42.922.563 : 8 Kali = Rp. 5.365.320, artinya rata - rata nilai piutang bersih adalah sebesar Rp. 5.365.320.


Average Debtor Collection Period 

(Rata - Rata Periode Penagihan) = 

(Total Piutang : Total Penjualan Kredit) x 365 = 

Average collection period in days 

(Rata - Rata Jumlah Hari Penagihan)


Average Debtor Collection Period 

(Rata - Rata Periode Penagihan) = 

(Rp. 5.335.489 : Rp. 22.047.900) x 365 hari = 

88 hari, artinya rata - rata waktu penagihan piutang adalah 88 hari.


4.2. Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio)


Harga Pokok Penjualan
= Rp. 20.893.870
Asumsi:
Persediaan Awal Tahun
= Rp.   2.563.083

Persediaan Akhir Tahun
= Rp.   2.429.234
Rata - Rata Nilai Persediaan:
(Rp. 2.563.083 + Rp. 2429234) / 2 
= Rp. 
2.496.159
= Rp.   2.496.159

Inventory Turnover Ratio 

(Rasio Perputaran Persediaan) = 

Harga Pokok Penjualan : Rata - Rata Persediaan

Receivables Turnover Ratio 

(Rasio Perputaran Persediaan) = 

Rp. 20.893.870 : Rp. 2.496.159 = 8 Kali. 


Kesimpulan: Inventory Turnover Ratio dari PT. Unilever sangat baik, yaitu lebih dari 1. Artinya persediaan barang yang terjual dalam satu tahun sangat cepat perputarannya, dengan rasio sebesar 8 kali.


4.3. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover Ratio)


Penjualan Bersih
= Rp. 42.922.563
Total Aset Tetap
= Rp. 10.715.376


Perputaran Aset Tetap = 

(Penjualan Bersih : Total Aset Tetap) x 100%

Perputaran Aset Tetap = 

(Rp. 42.922.563 : Rp. 10.715.376) x 100% = 400%

Kesimpulan: Fixed Assets Turnover Ratio dari PT. Unilever sangat baik, yaitu lebih dari 100%. Artinya aset tetap sangat efektif dalam meningkatkan nilai penjualan.


4.4. Rasio Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover Ratio)


Penjualan Bersih
= Rp. 42.922.563
Total Aset
= Rp. 20.649.371

Rasio Perputaran Total Aset =

(Penjualan Bersih : Total Aset) x 100%

Rasio Perputaran Total Aset =

(Rp. 42.922.563 : Rp. 20.649.371) x 100% = 208%


Kesimpulan: Total Assets Turnover Ratio dari PT. Unilever sangat baik, yaitu lebih dari 100%. Artinya seluruh total aset sangat efektif dalam meningkatkan nilai penjualan. 


4.5. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover Ratio)

Penjualan Bersih
= Rp. 42.922.563
Total Aset Lancar
= Rp.   8.493.372
Total Utang Lancar
= Rp. 13.400.878
Modal Kerja Bersih:
Rp. 8.493.372 - Rp. 13.400.878 
= (Rp. 
4.907.506)
= (Rp. 4.907.506)

Perputaran modal kerja dihitung dengan formula:

Rasio Perputaran Total Aset = 

(Penjualan Bersih : Modal Bersih)

Rasio Perputaran Total Aset = 

(Rp. 42.922.563 : (Rp. 4.907.506)) x 100% = - 874%

Kesimpulan: Working Capital Turnover Ratio dari PT. Unilever sangat buruk, yaitu minus 874%  Artinya PT. Unilever kekurangan modal kerja bersih dalam meningkatkan nilai penjualan, karena sebagian besar sumber pendanaan operasional berasal dari utang. 

-----------------


Kesimpulan dari Seluruh Analisis Laporan Keuangan PT. Unilever Tbk adalah: Unilever memiliki produk dengan tingkat perputaran yang sangat tinggi, yaitu sebesar 8 Kali. Namun total laba kotor (mark up harga) atas seluruh lini produknya hanya sebesar 51,32% (Gross Profit Margin) sedangkan laba bersihnya sebesar 25,03%. Artinya 26,29% adalah total biaya operasional dan non operasional. Hal ini menyebabkan DER (Debt to Equity  Ratio) menjadi 290,95%. Di mana pendanaannya lebih mengandalkan utang ketimbang ekuitas (saham) untuk menutup biaya akrualnya yang belum dilunasi, di samping belanja modal untuk keperluan produksi. 


Saran: Unilever sebaiknya melakukan mark up sebesar 100% atau lebih atas seluruh lini produknya, sehingga akan diperoleh profit margin yang lebih besar untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang dan lebih mendorong nilai ekuitas (saham). Apalagi Unilever memiliki produk dengan tingkat perputaran yang sangat tinggi, yaitu sebesar 8 Kali.


#. Artikel Terbaru:

Posting Komentar

0 Komentar